SEMAPHORE

SEMAPHORE
BELAJAR SEMAPHORE

Sabtu, 14 Desember 2013

Pendidikan Indonesia " SAKIT JIWA"

MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

http://gurupintar.ut.ac.id/component/content/article/177-masalah-pendidikan-di-indonesia.html

Ada yang menarik dari penjelasan di atas" Pendidikan itu tanggung jawab siapa?". Nah, ironinya pendidikan di Indonesia ini masaih sarat dengan kebijakan-kebijakan, bahkan pengambilan keputusan yang terkadang tidak sangat mendidik. Hal ini sering kita temui diberbagai belahan wilayah Indonesia. Kekurangan tenaga pengajar, sarana yang tidak memadai, dan system yang masih memikirkan keuntungan-keuntungan sepihak. Keluhan-keluhan para guru, baik yang PNS , mau pun para sukarelawan , guru honor yang begitu minim dengan pengahsilannya, sehingga menjadi beban yang sangat berat, belum lagi adanya tingkat penyelewengan dana pendidikan di Indonesia yang banyak dilakukan oleh penyelenggara pendidikan itu sendiri.

Semestinya kita tak tertinggal jauh dengan negara-negara tetangga kita, jika tingkat korupsi di lembaga pendidikan ini tidak ada. Boleh kita lihat sebagai contohnya, ketika pengadaan barang-barang yang terkait dengan sarana pendidikan, bahkan pembangunan sarana pisik sekolah yang sarat dengan permainan anggaran. Maka jangan harapkan pendidikan kita akan lebih maju, jika hal itu masih saja melekat.

Coba sedikit kita lihat terkait rendahnya pendidikan di Indonesia.http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html.
dan berapa penyebab rendahnya pendidikan kita seperti yang ditulis oleh Dede Fauzan, AMd (Guru SMKN 1 Pandeglang dan SMKN 10 Pandeglang)
7 Penyebab Kualitas Pendidikan di Indonesia Rendah – Satuan pendidikan di Indonesia, mulai tahap SD hingga SMA, dianggap masih lemah dalam banyak hal dibanding negara lain. Mulai dari sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan serta kompetensi para lulusannya.
“Di tingkat SD/MI/SMP dan SMA hampir semua sekolah yang terakreditasi memiliki titik lemah pada standar kelulusan, standar sarana dan prasana dan tenaga pendidik dan kependidikan,” tutur Ketua BAN-S/M, Abdul Mukti, dalam konferensi pers mengenai Analisa Hasil Akreditasi 2008-2012, di Badan Akreditasi Nasional Sekolah, di Gedung Mandikdasmen Kemdikbud, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Rabu (26/12). Ini ada tujuh penyebab kenapa mutu pendidikan di Indonesia berkurang
1. Pembelajaran hanya pada buku paket
Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP. Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah? Tidak, karena pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu masih memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan dan guru tidak mencari sumber referensi lain.
2. Mengajar Satu Arah
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit.  Metode ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar ? Pernahkah guru membawa siswanya melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ? Atau pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan profesinya?
3. Kurangnya Sarana Belajar
Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup. Masih banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah, tertinggal jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di kota.
4. Aturan yang Mengikat
Ini tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah seharusnya memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.
5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. seolah-olah Anak “Dipaksa” mendengar dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak dilatih untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu saja.
6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai
Contoh negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia. Dalam setiap ujian, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka.
7. Budaya Mencontek
Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau “guru juga menyontek” ? Ini lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, tes pegawai negeri yang diikuti guru, menyontek telah menjadi budaya sendiri.

Maka alangkah benarnya jika pendidikan di Indonesia sedang sakit jiwa. Sungguh kita semua merasa sangat prihatin akan keadaan semua itu. Ini semua menjadi tanggung jawab baik pemerintah pusat , daerah, dan lembaga sekolah yg paling dekat dengan siswa tentunya.REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Guru besar Universitas Negeri Malang, I Nyoman S Degeng, berpendapat pendidikan Indonesia sedang memasuki fase kirisi. Hal itu tercermin dari rasa tidak percaya terhadap segala sesuatu.

"Ini adalah fenomena kejiwaan, pendidikan kita tengah (mengalami) sakit jiwa," kata I Nyoman saat berbicara pada diskusi bertajuk Refleksi Pendidikan Akhir Tahun FKIP UMM di Universitas Muhammadiyah Malang.

I Nyoman mengatakan, kebiasaan yang terjadi dalam pembelajaran di Indonesia adalah mencari yang salah, bukan mencari yang benar. Ia mencontohkan bagaimana pekerjaan dosen dan guru yang mengoreksi tugas peserta didik. "Padahal mengoreksi itu kan mencari-cari kesalahan," tuturnya.

Paradigma pendidikan semacam itu, melahirkan rasa curiga pada tiap dimensi hidup. Polisi curiga pada pengemudi kendaraan bermotor, atasan curiga pada bawahannya, orang tua curiga pada anaknya, demikian pula rakyat curiga pada pemimpinnya.

"Itu gara-gara guru terbiasa ngajari siswa jadi sosok penuh curiga," ujarnya dalam siaran pers yang diterima ROL.

Nyoman lantas mencontohkan Finlandia sebagai negara yang dikenal memiliki kualitas pendidikan nomor satu di dunia. Di negara itu, menurutnya, interaksi antarindividu senantiasa didasarkan atas rasa saling percaya.

Selain rasa tidak percaya dan saling curiga, fenomena kejiwaan lain yang menjangkiti bangsa ini adalah perasaan mudah bimbang serta gampang khawatir dan tak sabar.

"Filosofi pendidikan kita sudah sangat bagus, jika saja bangsa ini jiwanya sehat, tuntaslah masalah pendidikan bangsa," katanya mengakhiri.

*dari berbagai sumber.

Sabtu, 07 Desember 2013

BELAJAR IPA SD: BUMI

BELAJAR IPA SD: BUMI: TANAH Tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis dan terletak di permukaan bumi paling atas. Susunan horizon tanah : 1. Horizon O : permu...