MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
http://gurupintar.ut.ac.id/component/content/article/177-masalah-pendidikan-di-indonesia.html
Ada yang menarik dari penjelasan di atas" Pendidikan itu tanggung jawab siapa?". Nah, ironinya pendidikan di Indonesia ini masaih sarat dengan kebijakan-kebijakan, bahkan pengambilan keputusan yang terkadang tidak sangat mendidik. Hal ini sering kita temui diberbagai belahan wilayah Indonesia. Kekurangan tenaga pengajar, sarana yang tidak memadai, dan system yang masih memikirkan keuntungan-keuntungan sepihak. Keluhan-keluhan para guru, baik yang PNS , mau pun para sukarelawan , guru honor yang begitu minim dengan pengahsilannya, sehingga menjadi beban yang sangat berat, belum lagi adanya tingkat penyelewengan dana pendidikan di Indonesia yang banyak dilakukan oleh penyelenggara pendidikan itu sendiri.
Semestinya kita tak tertinggal jauh dengan negara-negara tetangga kita, jika tingkat korupsi di lembaga pendidikan ini tidak ada. Boleh kita lihat sebagai contohnya, ketika pengadaan barang-barang yang terkait dengan sarana pendidikan, bahkan pembangunan sarana pisik sekolah yang sarat dengan permainan anggaran. Maka jangan harapkan pendidikan kita akan lebih maju, jika hal itu masih saja melekat.
Coba sedikit kita lihat terkait rendahnya pendidikan di Indonesia.http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html.
dan berapa penyebab rendahnya pendidikan kita seperti yang ditulis oleh Dede Fauzan, AMd (Guru SMKN 1 Pandeglang dan SMKN 10 Pandeglang)
7 Penyebab Kualitas Pendidikan di Indonesia Rendah – Satuan pendidikan
di Indonesia, mulai tahap SD hingga SMA, dianggap masih lemah dalam
banyak hal dibanding negara lain. Mulai dari sarana prasarana, tenaga
pendidik dan kependidikan serta kompetensi para lulusannya.
“Di tingkat SD/MI/SMP dan SMA hampir semua sekolah yang terakreditasi
memiliki titik lemah pada standar kelulusan, standar sarana dan prasana
dan tenaga pendidik dan kependidikan,”
tutur Ketua BAN-S/M, Abdul Mukti, dalam konferensi pers mengenai
Analisa Hasil Akreditasi 2008-2012, di Badan Akreditasi Nasional
Sekolah, di Gedung Mandikdasmen Kemdikbud, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Rabu (26/12). Ini ada tujuh penyebab kenapa mutu pendidikan di Indonesia berkurang
1. Pembelajaran hanya pada buku paket
Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP.
Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang
baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di
sekolah-sekolah? Tidak, karena pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu
masih memakai kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an, pembelajaran di
kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru
hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan
dan guru tidak mencari sumber referensi lain.
2. Mengajar Satu Arah
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu,
yaitu metode berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan
ringan, tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit. Metode
ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya
itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah
guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar ? Pernahkah guru
membawa siswanya melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ? Atau
pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk
menjelaskan profesinya?
3. Kurangnya Sarana Belajar
Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang
cukup. Masih banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah,
tertinggal jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang
berada di kota.
4. Aturan yang Mengikat
Ini tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah seharusnya memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.
5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan.
Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan.
seolah-olah Anak “Dipaksa” mendengar dan mendapatkan informasi sejak
pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days.
Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara
kompetensi bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam
saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak
dilatih untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa
tidak berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk
bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu
saja.
6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai
Contoh negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia.
Dalam setiap ujian, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru
Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal
terbuka.
7. Budaya Mencontek
Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau “guru
juga menyontek” ? Ini lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru,
tes pegawai negeri yang diikuti guru, menyontek telah menjadi budaya
sendiri.
Maka alangkah benarnya jika pendidikan di Indonesia sedang sakit jiwa. Sungguh kita semua merasa sangat prihatin akan keadaan semua itu. Ini semua menjadi tanggung jawab baik pemerintah pusat , daerah, dan lembaga sekolah yg paling dekat dengan siswa tentunya.REPUBLIKA.CO.ID, MALANG
-- Guru besar Universitas Negeri Malang, I Nyoman S Degeng, berpendapat
pendidikan Indonesia sedang memasuki fase kirisi. Hal itu tercermin
dari rasa tidak percaya terhadap segala sesuatu.
"Ini adalah
fenomena kejiwaan, pendidikan kita tengah (mengalami) sakit jiwa," kata I
Nyoman saat berbicara pada diskusi bertajuk Refleksi Pendidikan Akhir
Tahun FKIP UMM di Universitas Muhammadiyah Malang.
I Nyoman mengatakan, kebiasaan yang terjadi dalam pembelajaran di Indonesia
adalah mencari yang salah, bukan mencari yang benar. Ia mencontohkan
bagaimana pekerjaan dosen dan guru yang mengoreksi tugas peserta didik.
"Padahal mengoreksi itu kan mencari-cari kesalahan," tuturnya.
Paradigma
pendidikan semacam itu, melahirkan rasa curiga pada tiap dimensi hidup.
Polisi curiga pada pengemudi kendaraan bermotor, atasan curiga pada
bawahannya, orang tua curiga pada anaknya, demikian pula rakyat curiga pada pemimpinnya.
"Itu gara-gara guru terbiasa ngajari siswa jadi sosok penuh curiga," ujarnya dalam siaran pers yang diterima ROL.
Nyoman
lantas mencontohkan Finlandia sebagai negara yang dikenal memiliki
kualitas pendidikan nomor satu di dunia. Di negara itu, menurutnya,
interaksi antarindividu senantiasa didasarkan atas rasa saling percaya.
Selain
rasa tidak percaya dan saling curiga, fenomena kejiwaan lain yang
menjangkiti bangsa ini adalah perasaan mudah bimbang serta gampang
khawatir dan tak sabar.
"Filosofi pendidikan kita sudah sangat
bagus, jika saja bangsa ini jiwanya sehat, tuntaslah masalah pendidikan
bangsa," katanya mengakhiri.
*dari berbagai sumber.
SEMAPHORE

BELAJAR SEMAPHORE
Sabtu, 14 Desember 2013
Sabtu, 07 Desember 2013
BELAJAR IPA SD: BUMI
BELAJAR IPA SD: BUMI: TANAH Tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis dan terletak di permukaan bumi paling atas. Susunan horizon tanah : 1. Horizon O : permu...
Langganan:
Postingan (Atom)